18/05/12

Terungkap 3 Kesalahan Jatuhnya Sukhoi

Menurut sebuah sumber, kesalahan Sukhoi Superjet 100 terungkap sudah. Penyebab Sukhoi Superjet 100 jatuh yaitu ada 3 kesalah utama. Ternyata penyebab Sukhoi Superjet 100 jatuh sudah menjadi buah bibir banyak masyarakat, dari masyarakat awam sampe intelek yang suka ngomong di media TV.

Klaim Sukhoi Civil Aircraft Corporation, perusahaan yang membangun Sukhoi Superjet (SSJ) 100, bahwa pesawatnya memakai teknologi canggih patut diragukan. Gelar pilot terbaik Rusia untuk Alexander Yablontsev pun dipertanyakan.
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap selama evakuasi korban kecelakaan SSJ 100 di Gunung Salak, Bogor dilakukan, terungkap tiga kesalahan teknis yang menyebabkan pesawat sipil pertama buatan Rusia itu mengalami crash. 
Pertama, pesawat SSJ 100 yang jatuh di Gunung Salak, ternyata bukanlah pesawat yang dipersiapkan untuk demonstrasi penerbangan di Indonesia. Pesawat tersebut merupakan pesawat pengganti, karena pesawat sebelumnya yang digunakan tur promosi di sejumlah negara mengalami kerusakan.
"Pesawat yang mengalami kecelakaan bukan pesawat yang sama dalam tur promosi di Kazakhstan dan Pakistan," kata Olga Kayukova, jubir Sukhoi Civil Aircraft. 
Pesawat yang awalnya digunakan demonstrasi terbang menggunakan mesin dengan nomor model 95005. Namun saat di Pakistan, pesawat tersebut mengalami masalah sehingga dia terpaksa dipulangkan ke Rusia. Kemudian, pesawat lainnya yang menggunakan mesin nomor 954005 diterbangkan ke Indonesia, tiba di Jakarta pada Selasa 8 Mei 2012. Media Rusia menyebut, pesawat itu aslinya tidak disiapkan untuk demonstrasi penerbangan. 
Kesalahan kedua, alat emergency locator transmitter (ELT) di SSJ 100 tak berfungis, yang menyebabkan posisi bangkai pesawat tidak terdeteksi karena ELT tak memancarkan sinyal. Ternyata, ELT di pesawat nahas tersebut menggunakan frekuensi lama yang berbeda dengan alat penerima sinyal di ATC (air traffic control) Indonesia. 
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi mengatakan, ternyata ELT yang dipakai pesawat buatan Rusia itu masih menggunakan model lama dengan frekuensi di kanal 121.5,203 MHz. Sedangkan peralatan terbaru, frekuensinya berjalan di 121.5,406 MHz. "Padahal, Indonesia sudah pakai frekuensi terbaru," ujar Tatang. 
Perbedaan frekuensi itulah yang membuat alat tersebut tidak berfungsi dengan baik. Terlebih, pesawat jatuh di dalam jurang yang membuat sinyal di frekuensi lama tidak bisa keluar.
Bahkan, Juru Bicara Basarnas Gagah Prakoso mengungkapkan, tidak hanya satelit Indonesia yang gagal menangkap frekuensi SSJ 100 itu. Dua satelit milik negara tetangga, yakni Singapura dan Australia, yang menjadi backup satelit Indonesia juga sama. Seharusnya, begitu kecelakaan terjadi, pesawat langsung memancarkan ELT.
Kesalahan ketiga, terkait dengan manuver yang dilakukan pilot Alexander Yablontsev yang menurunkan ketinggian pesawat dari 10.000 ke 6000 kaki. Padahal ketinggian Gunung Salak adalah 7.200 kaki. 
Sekretaris Jendral Indonesia National Air Association (INACA), Tengku Burhanuddin menduga, Alexander Yablontsev mengabaikan keselamatan penumpang dengan melakukan manuver, memperlihatkan kemampuan pesawat yang dkemudikannya. "Mereka ingin membuktikan seberapa baik Superjet 100itu. Itulah yang dilakukan orang ketika mereka mencari pelanggan potensial," ujarnya.
Burhanuddin mengatakan, pilot turun dari ketinggian jelajah untuk 'pamer' kinerja jet, gerakan manuver sehingga penumpang dapat melihat daratan lebih dekat, dalam kondisi menyerupai pendaratan. "Itu adalah perjalanan fantastis. Sebagai orang yang mencintai pesawat, saya bisa mengatakan bahwa saya masih merasa nyaman duduk di kursi penumpang," ungkapnya.
Bila black box atau kotak hitam SSJ 100 ditemukan, KNKT Indonesia maupun Rusia harus membeberkannya selengkap mungkin, penyebab sebenarnya kecelakan pesawat yang membawa 45 orang itu. Jangan sampai ada hal teknis yang ditutupi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya tragedi Gunung Salak berikutnya.
Oleh: Hatta
Berdasarkan fakta-fakta yang muncul selama evakuasi korban kecelakaan SSJ 100 di Gunung Salak, Bogor dilakukan, terungkap tiga kesalahan teknis yang menyebabkan pesawat sipil pertama buatan Rusia itu mengalami crash

Kesalahan Pertama, pesawat SSJ 100 yang jatuh di Gunung Salak, ternyata bukanlah pesawat yang dipersiapkan untuk demonstrasi penerbangan di Indonesia. Pesawat tersebut merupakan pesawat pengganti, karena pesawat sebelumnya yang digunakan tur promosi di sejumlah negara mengalami kerusakan.

"Pesawat yang mengalami kecelakaan bukan pesawat yang sama dalam tur promosi di Kazakhstan dan Pakistan," kata Olga Kayukova, jubir Sukhoi Civil Aircraft.
Pesawat yang awalnya digunakan demonstrasi terbang menggunakan mesin dengan nomor model 95005. Namun saat di Pakistan, pesawat tersebut mengalami masalah sehingga dia terpaksa dipulangkan ke Rusia. Kemudian, pesawat lainnya yang menggunakan mesin nomor 954005 diterbangkan ke Indonesia, tiba di Jakarta pada Selasa 8 Mei 2012. Media Rusia menyebut, pesawat itu aslinya tidak disiapkan untuk demonstrasi penerbangan.

Kesalahan kedua, alat emergency locator transmitter (ELT) di SSJ 100 tak berfungsi, yang menyebabkan posisi bangkai pesawat tidak terdeteksi karena ELT tak memancarkan sinyal. Ternyata, ELT di pesawat nahas tersebut menggunakan frekuensi lama yang berbeda dengan alat penerima sinyal di ATC (air traffic control) Indonesia. 

Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi mengatakan, ternyata ELT yang dipakai pesawat buatan Rusia itu masih menggunakan model lama dengan frekuensi di kanal 121.5,203 MHz. Sedangkan peralatan terbaru, frekuensinya berjalan di 121.5,406 MHz. "Padahal, Indonesia sudah pakai frekuensi terbaru," ujar Tatang.

Perbedaan frekuensi itulah yang membuat alat tersebut tidak berfungsi dengan baik. Terlebih, pesawat jatuh di dalam jurang yang membuat sinyal di frekuensi lama tidak bisa keluar.
Bahkan, Juru Bicara Basarnas Gagah Prakoso mengungkapkan, tidak hanya satelit Indonesia yang gagal menangkap frekuensi SSJ 100 itu. Dua satelit milik negara tetangga, yakni Singapura dan Australia, yang menjadi backup satelit Indonesia juga sama. Seharusnya, begitu kecelakaan terjadi, pesawat langsung memancarkan ELT.

Kesalahan ketiga, terkait dengan manuver yang dilakukan pilot Alexander Yablontsev yang menurunkan ketinggian pesawat dari 10.000 ke 6000 kaki. Padahal ketinggian Gunung Salak adalah 7.200 kaki. Ditambah lagi, Alexander baru pertama kali mengudara di langit Indonesia.

Sekretaris Jendral Indonesia National Air Association (INACA), Tengku Burhanuddin menduga, Alexander Yablontsev mengabaikan keselamatan penumpang dengan melakukan manuver, memperlihatkan kemampuan pesawat yang dikemudikannya. "Mereka ingin membuktikan seberapa baik Superjet 100 itu. Itulah yang dilakukan orang ketika mereka mencari pelanggan potensial," ujarnya.

Burhanuddin mengatakan, pilot turun dari ketinggian jelajah untuk 'pamer' kinerja jet, gerakan manuver sehingga penumpang dapat melihat daratan lebih dekat, dalam kondisi menyerupai pendaratan. "Itu adalah perjalanan fantastis. Sebagai orang yang mencintai pesawat, saya bisa mengatakan bahwa saya masih merasa nyaman duduk di kursi penumpang," ungkapnya.

Bila black box atau kotak hitam SSJ 100 ditemukan, KNKT Indonesia maupun Rusia harus membeberkannya selengkap mungkin, penyebab sebenarnya kecelakan pesawat yang membawa 45 orang itu. Jangan sampai ada hal teknis yang ditutupi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya tragedi Gunung Salak berikutnya.
.

Semoga menambah pengetahuan dan bermanfaat azberita.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar