Hitungan waktu menjadi sangat berarti dalam urusan nyawa. Oktober tahun lalu, 7 menit menjadi detik-detik mendebarkan saat 2,5 ton satelit meluncur ke arah Bumi, tepatnya ke arah Kota Beijing, China.
Ibukota China itu berada di jalur luncuran satelit penelitian milik Jerman, Rosat, saat jatuh ke bumi.
Bayangan jatuhnya potongan satelit berbobot 2,5 ton itu sudah di depan mata: bencana, kawah besar, saluran bahan bakar hancur, ledakan, bangunan hancur, dan korban jiwa yang tak terelakkan di kota berpenduduk 20 juta jiwa itu.
Badan Antariksa Eropa (ESA) mengungkapkan potongan satelit diperhitungkan akan jatuh di tengah kota dan menghancurkan semua yang dilalui dengan kecepatan 300 mph atau sekitar 480 kilometer/jam!
Pada 22 Oktober 2011, satelit ini kembali memasuki bumi dengan kecepatan yang sangat tinggi, tapi gesekan atmosfer memperlambat dan membakar bagian satelit. "Beijing berada tepat di jalur orbit terakhir," kata Manfred Warhaut dari Pusat Operasi Antariksa Eropa di Darmstadt, Jerman seperti dikutip dari Dailymail.
Untungnya, potongan-potongan satelit hanya sampai di Teluk Benggala saja, 23 Oktober 2011. Jika satelit ini masuk ke bumi lebih lambat 6-7 menit, dipastikan Beijing akan porak poranda.
Ilmuwan tak punya cara mengontrol satelit ini saat berada di atas bumi. "Perhitungan kami, jika Rosat jatuh ke bumi, hanya 7-10 menit kemudian akan menghantam Beijing," kata Heiner Klinkrad, Kepala Tim Puing ESA.
Bobot Rosat 2,5 ton. Biasanya, hanya 20 - 40 persen bagian satelit yang mencapai bumi saat keluar dari orbit dan jatuh. "Tapi untuk Rosat, kami tahu bagian yang sampai bumi itu bisa sampai 60 persen karena dia terbuat dari bahan yang sangat berat dan tahan lama," jelas Klinkrad.
Rosat diluncurkan ke orbit pada 1 Juni 1990 dari Cape Canaveral dengan misi mencari sumber-sumber radiasi sinar-X selama 18 bulan. Tapi, satelit ini tetap memberikan transmisi data mengenai lubang hitam (black hole) dan galaksi selama 9 tahun.
Setelah belasan tahun 'kerja melewati batas waktu,' satelit ini jatuh ke bumi, 22 Oktober 2011.
Ibukota China itu berada di jalur luncuran satelit penelitian milik Jerman, Rosat, saat jatuh ke bumi.
Bayangan jatuhnya potongan satelit berbobot 2,5 ton itu sudah di depan mata: bencana, kawah besar, saluran bahan bakar hancur, ledakan, bangunan hancur, dan korban jiwa yang tak terelakkan di kota berpenduduk 20 juta jiwa itu.
Badan Antariksa Eropa (ESA) mengungkapkan potongan satelit diperhitungkan akan jatuh di tengah kota dan menghancurkan semua yang dilalui dengan kecepatan 300 mph atau sekitar 480 kilometer/jam!
Pada 22 Oktober 2011, satelit ini kembali memasuki bumi dengan kecepatan yang sangat tinggi, tapi gesekan atmosfer memperlambat dan membakar bagian satelit. "Beijing berada tepat di jalur orbit terakhir," kata Manfred Warhaut dari Pusat Operasi Antariksa Eropa di Darmstadt, Jerman seperti dikutip dari Dailymail.
Untungnya, potongan-potongan satelit hanya sampai di Teluk Benggala saja, 23 Oktober 2011. Jika satelit ini masuk ke bumi lebih lambat 6-7 menit, dipastikan Beijing akan porak poranda.
Ilmuwan tak punya cara mengontrol satelit ini saat berada di atas bumi. "Perhitungan kami, jika Rosat jatuh ke bumi, hanya 7-10 menit kemudian akan menghantam Beijing," kata Heiner Klinkrad, Kepala Tim Puing ESA.
Bobot Rosat 2,5 ton. Biasanya, hanya 20 - 40 persen bagian satelit yang mencapai bumi saat keluar dari orbit dan jatuh. "Tapi untuk Rosat, kami tahu bagian yang sampai bumi itu bisa sampai 60 persen karena dia terbuat dari bahan yang sangat berat dan tahan lama," jelas Klinkrad.
Rosat diluncurkan ke orbit pada 1 Juni 1990 dari Cape Canaveral dengan misi mencari sumber-sumber radiasi sinar-X selama 18 bulan. Tapi, satelit ini tetap memberikan transmisi data mengenai lubang hitam (black hole) dan galaksi selama 9 tahun.
Setelah belasan tahun 'kerja melewati batas waktu,' satelit ini jatuh ke bumi, 22 Oktober 2011.
0 komentar:
Posting Komentar